Rabu, 23 Juni 2010

Laporan Penelitian Gender

A.    Latar Belakang.
Seperti yang kita ketahui bahwa, letak geografis sangat menentukan orang tersebut dalam bertindak, berfikir, berkomunikasi dan cara pandang mengenai suatu objek. Orang yang berada di suatu daerah yang memiliki suatu bahasa yang berbeda, budaya yang berbeda, cara berpakaian yang berbeda, secara tidak sadar orang tersebut akan terpengaruh dengan keadaan dimana tempat dia berada. Menurut Santrock, (1996: 372) menjelaskan bahwa gender adalah dimensi sosial budaya seseorang sebagai laki-laki ataupun perempuan, dimana peran gender merupakan suatu set harapan yang menetapkan bagaimana perempuan dan laki-laki harus berpikir, bertindak, berbahasa dan berperasaan. Mengenai pergeseran bahasa / perubahan bahasa dijelaskan oleh Holmes (1995: 62) alih kode atau campur kode terjadi pada suatu bahasa penggunanya lebih dominan. Alih kode campur kode pada Mahasiswa Sasak yang berada di Yogyakara merupakan suatu awal dari pergeseran bahasa / perpindahan bahasa ke bahasa yang mendominasi di tempat daerah tersebut.
Waugh & Schooneveld (1980:17) claims there are subtle differences in the speech of man and women. Theose differences are due in part to cultural and in part to biological factor. Bahasa laki-perempuan ketika berkomunikasi dengan sesama Mahasiswa Sasak yang berada di daerah Yogyakara akan tetap  mempertahankan nilai-nilai bahasa yang sudah tertanam dalam masyaraktat Sasak (first language) atau sebaliknya. Letak geografis sangat menentukan seseorang dalam pemilihan bahasa.
Laki-laki berkomunikasi dengan sesama laki-laki akan berbeda ketika berkomunikasi dengan perempuan dan sebaliknya. Perempuan berkomunikasi dengan sesama perempun akan berbeda ketika berkomunikasi dengan laki-laki. Perbedaan antara laki-perempuan yang disertai dengan perbedaan letak geografis dimana tempat mereka tinggal akankah menyebabkan menyebabkan bahasa pertama (first language) mereka tidak digunakan lagi. Perbedaan tersebut adalah sebuah phenomena bahasa dan gender yang sangat menarik untuk dilakukan suatu kajian yang sifatnya ilmiah sehingga, memberikan gambaran kepada kita bagaimana bentuk pergeseran/peralihan bahasa. bagimanakan bentuk sopan santun antara laki-perempuan ketika berkomunikasi dengan sesama orang sasak yang tinggal di Yogyakarta.
Deskripsi mengenai phenomena di atas  yang telah  digambarkan. Kami tertarik untuk melakukan suatu kajian yang membahas masalah tersebut dengan judul “Analisis Sopan Santun Bahasa Laki Perempuan Pada Mahasiswa Sasak Di Yogyakarta” dengan tujuan 1.) untuk mengetahui apakah laki-perempuan pada mahasiswa sasak yang tinggal di Yogyakarta tetap mempertahankan bahasa mereka? 2.) Untuk mengetahui bentuk sopan santun laki-perempuan pada mahasiswa sasak yang tinggal di Yogyakarta?

B.    Kajian Pustaka
1.     Bahasa Laki-Perempuan. 

Dindia & Allen, (1992) Wanita kecenderungan menuju keterbukaan diri, yaitu masalah mereka dan berbagi pengalaman dengan orang lain, sering menawarkan simpati, kontras dengan kecenderungan laki-laki untuk pengungkapan non-diri dan mengaku nasihat atau menawarkan solusi ketika berhadapan dengan masalah lain.
Holmes (1995) the linguistic form used by women and man contrast-to different degrees-in all speech communities. There other ways too in which the linguistic behavior of women and man differ.
Menurut Dorval (1990), di ruang kerjanya interaksi teman sesama jenis, laki-laki cenderung lebih sering mengubah topik daripada wanita.
Waugh & Schooneveld (1980:17) claims there are subtle differences in the speech of man and women. Theose differences are due in part to cultural and in part to biological factor. For example women usually use a higer register of voice and wider pitch range, particularly when they are excited, then men do.
Menurut Ofsted (2007: Chambers, 2008: 150) mengemukakan adanya perbedaan yang jelas pada setiap anak baik laki-laki dan perempuan.
Lakoff suggested that women’s speech was characterized by linguistic features such as the following.
  • Lexical hedges or fillers, e.g. you know, sort of, well, you etc.
  • Tag question, e.g. she’s very nice, isn’t she?
  • Raising intonation on declaratives, e.g. it’s really good.
  • ‘empty’ adjectives, e.g. divine, charming, cute.
  • Precise colour terms, e.g. magenta, aquamarine
  • Intensifiers such as just and so, e.g. I like him so much
  • Hypercorrect’ grammar, e.g. consistent use standard verb forms.
  • ‘Superpolite’ forms, e.g. indirect requests, euphemisms.
  • Emphatic stress, e.g. it was a BRILLIANT performance.

2. Kontak Bahasa

Holmes (1995: 56) there are many different social factors which can lead a community to shift from using one language for most purposes to using a different language, or from using two distinct codes in different domains, to using different varieties of just one language for their communicative needs.
Fasold (1997: 217) adalah industrialisasi dan perubahan ekonomi, bahasa pendidikan dan bentuk-bentuk tekanan pemerintah lainnya, urbanisasi, gengsi yang lebih tinggi dari bahasa dominan, dan kecilnya jumlah penutur bahasa minoritas.
Paulston (2003: 394) mengatakan pada dasarnya ada tiga kemungkinan efek dari adanya kontak bahasa yang terus-menerus: pemeliharaan bahasa, bilingualisme atau peralihan bahasa. Migrasi, akses yang makin lebar terhadap bahasa tulis standard, kebijakan bahasa nasional, monolingualisme bahasa media publik merupakan faktor-faktor peralihan bahasa di satu negara, yang umumnya mengerucut pada makin dominannya bahasa-bahasa besar.
Fasold, (1997) Faktor kedua adalah migrasi baik ketika sekelompok masyarakat berpindah ke wilayah baru dengan bahasa yang berbeda sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan masyarakat baru tersebut, atau ketika kelompok pendatang menjadi kelompok yang dominan dan mewarnai cara komunikasi bagi warga yang didatangi ().
3. Pemilihan bahasa.
Chaedar (2004:155) Dalam kelompok mayarakat Indonesia yang multilingual tampaknya pemilihan bahasa lebih ditentukan oleh latar belakang kejiwaan, termasuk  motipasi para penuturnya
Fasold (1997: 180) mengemukakan bahwa sosiolionguistik lahir sebagai bidang studi karena adanya pemilihan dalam penggunaan bahasa.
Evin-Tripp dalam Rohman (2007) mengidentifikaskan empat faktor utama sebagai penanda pemilihan bahasa penutur dalam interkasi sosial, yaitu (1) latar (waktu dan tempat) dan situasi; (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik percakapan, dan (4) fungsi interaksi (lihat Holmes, 1995:12).
Holmes (1995: 29) Meskipun subyek bisa memilih ragam tertentu, karena lebih mudah digunakan untuk membahasa suatu topik, terlepas dari di manapun latar tempatnya. Beberapa pakar menyebut hal ini sebagai ‘kebocoran’.


C.    Tingkatan bahasa sasak (Sasak Language levels)
Ada tiga kelas sosial pada masyarakat sasak yaitu Raden, Baiq/Lalu, Jajar Karang. Dalam masyarakat sasak itu yang di sebut dengan Bangse Menak untuk Raden, Bangse Pruangse baiq dan lalu, dan Bangse Jajar Karang untuk orang biasa. Tiga kelas sosial di atas mempunyai perbedaan bahasa. perbedaan tersebut menjadi standar bahasa sopan santun (tata kerama) yang digunakan pada masyarakat sasak. Panggilan pada Bangse Menak untuk  bapak yaitu Raden dan dende untuk ibu sedangkan untuk gadis perempuan di sebut dengan lale atau baiq. Sedangkan unutuk panggilan Bangse Jajar karan untuk bapak disebut amaq sedangkan untuk ibu di sebut dengan inaq. Tingkatan bahasa pada masyarakat sasak yaitu
1.    Bahasa Halus Utama digunakan oleh Bangse Menak (Main Class)
2.    Bahasa Halus Tengah atau sedang digunakan oleh Bangse Pruangse
3.    Bahasa Biasa (Casual Level) digunakan oleh Bangse Jajar Karang
Perbedaan bahasa pada kelas sosial yang ada pada masyarakat sasak meliputi perbedaan bentuk morphology dan syntax, bentuk morphology, itu akan terlihat pada susunan kata tertentu yang digunakan ketika berkomunikasi dengan kelas sosial tertentu apakah dia itu dari kelas sosial yang tinggi atau bahwah. (Syukri, in Muliaty, 2004: 13).
Contoh perbedaan bahasa yang digunakan oleh kelas sosial tertentu yang ada di masyarakat sasak
No    Kelas sosial     Tingkatan bahasa yang digunakan     Tingkatan bahsa     Arti dalam bahasa Indonesia


3.)    Bangse Menak


Bangse
Pruangse
Bangse Jajar
Karang     Nunasang, saq embe gedeng pelungguh?
Saq embe balen side
(balen-de)?
Saq embe balen kamu
(balen-e)?    Bahasa halus utama
Bahasa halus
tengahan
Bahasa biasa      Dimana rumah anda

Tingkatan bahasa diatas akan menjadi acuan bagi kami untuk untuk mengklasifikasikan ungkapan bahasa sopan santun (politeness) mahasiswa dan mahasiwi (laki-perempuan) yang berada di Yogyakarta.
D.    Data Analisis
1.    Data Analisis I

Data ini diambil dari dua mahasiswa laki-laki dan perempuan yang kuliah di jogja. Mahasiswa yang laki-laki sudah tinggal di Yogyakarta selama 2 tahun sedangkan mahasiswa yang perempuan sudah tinggal di Yogyakarta selama 4 tahun.
P    : tau ndak side……AB yang kuliah di uny, Dia mantan  pacar kakak tiang, dulukan dia kuliahnya di IKIP trusne bedait,
L    : tau, saya sudah ke kosnya
P    : Kakak tiang pacaran ma dia untuk mengisi kekosongan, ya tapi akhirnya dia menikah sama orang jawa
L    : demen teangka jadi laki-laki
P    : itulah… laki-laki, tapi karang dia sudah merit ma orang jawa……
L    : nu cewek, mbe olek
P    : Itu adik misan tiang dia mau masuk farmasi
L    : kapan dia datang
P    : Ah….ape unin side (ah…apa kata kamu)?
L    : Piran ne datang
P    : mungkin sudah ada seminggu …
L    : lek mbetetu taokde kuliah….
P    : Stikes Surya global, di Jln. Lingkar selatan
L    : Jauh kampusnya dari sini, Pake motor?
P    : nde Pake mobil angkut, maklum kita ndak punya motor ….ya…. sabar ajak lah.……. dan semua harus kita sukuri
L    : Banyak orang Kalijage kuliah di jogja ya
P    : He…bnyak sih….pak
L    : Lek mbe taokne
P    : Tempat yang paling banyak di asrama Lombok Timur sih…
L    : To bae lek asrama NTB banyk
P    : Eh….ndek tiang ketaok, soalnya tiang ndak pernah masuk ke sana tapi mun asrame Lombok timur jak uah tiang tame.
L    : Ada anak UAD yang kos di sini
P    : Kamarnya nuk lek mudi
L    : Ape bait jurusan
P    : B. Inggris juga ada

Dari data di atas kita dapat berhipotesis bahwa mahasiswa perempun sasak lebih cendrung menggunakan kata tiang, enggih untuk menunjukan kesopanannya. Selain itu mahasiswa perempun juga yang tinggal di Yogyakarta masih tetap mempertahankan nilai-nilai bahasa sasak ketika berkomunikasi dengan sesama mahasiswa sasak. Data di atas menunjukan bahwa terjadi peralihan kode atau campur kode yang dilakukan oleh mahasiswa sasak ketika berkomunikasi namun, ungkapan-ungkapan yang menujukan sopan tetap dipertahankan. Mengenai alih kode yang dilakukan oleh mahasiswa sasak yang berada di Yogyakarta dikarenakan oleh situasi  dan letak geografis. A ppel (1976: 76) mendefinisikan alih kode itu sebagai, “gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Adapun bentuk-bentuk alih kode, campur kode  yang dilakukan oleh mahasiswa sasak yang berada di Yogyakarta. Alhi kode dilakukan oleh mahasiswa sasak untuk menunjukan keramahan/kesopanan terhadap lawan bicara sesama orang sasak adapun bentuk ungkapan sopan yang digunakan adalah tiang, enggih, side, de, dan ne. kalau kita cermati sekilas dari dialog di atas kita bisa mengetahui bahwa perempuan lebih cendrung mempertahankan ungkapan-ungkapan sopan menggunakan bahasa sasak seperti; tiang, enggih, dan side sedangkan laki-laki lebih cendrung menggunakan kata de, side atau menggunakan bahasa Indonesia pada bentuk kata tunjuk ke kedua misalnya “kamu dan nya”.
Data juga diambil dalam bentuk interview dengan informan, adapun hasil interview dengan informan sebagai berikut:

Interviewer    : kenapa anda menggunakan bahasa sasak pada kata ganti orang ketiga, pertama seperti tiang, enggih, dan side.
Info P    : yah…biar lebih sopan sajak, kalau saya pake kata kamu, aku ntar dikirain kita sombong.
Interviewr     : ya tapi kebanyakan anda menggunakan bahasa Indonesia, kenapa ndak sekalian ajak menggunakan bahasa Indonesia? Kenapa harus menggunakan kata side dll?
Info P    : kita kan harus mempertahankan dan menjaga bahasa sasak yah walaupun bahasa kita campuran lama-lama dia akan tahu…kok, betul ndak
Interviewer    : kenapa anda menggunakan bahasa sasak pada kata ganti orang ketiga, pertama seperti side, ite, de dan ne kenapa anda tidak menggunakan kata plinggih, enggih atau tiang?
Info L    : gini semeton….kalau kita disini kita itu sama terserah dia itu mau orang bangsawan, raden apa ke semua sama.
Interviewr    : terus kenapa anda menggunakan mencampur adukan bahasa sasak dan bahasa Indonesia?
Info L    : tiang menggunakan bahasa sasak karna kita juga kan sama-sama sasak.

Kalau kita liaht hasil dari interview di atas antara laki-perempuan mempunyai jawaban yang beragam dalam menjawab pertanyaan penanya yang mengatakan “Kenapa harus menggunakan kata side?” dan dia menjawab “kita kan harus mempertahankan dan menjaga bahasa sasak yah walaupun bahasa kita campuran lama-lama dia akan tahu…” mengenai sikap atau jawaban yang di dapatkan dari informan dikemukakan oleh Anderson (1974:37) sikap kebahasaan terdiri atas dua macam yaitu (1) sikap kebahasaan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis dan sikap keagamaan. Dari jawaban informan di atas kita bisa berhipotesis bahwa ada unsure sikap politik dalam peralihan atau pencampuran kode untuk menunjukan ungkapan sopan dengan bahasa sasak.

2.    Data Analisis II

Data rekaman ini di ambil pada tanggal 2 Juni 2010 tanpa sepengetahuan kedua pelaku dalam dialog. Dua mahasiswa (laki-perempuan) yang berdialog yang sedang menanyakan masalah mata kuliah. Mahasiswa tersebut adalah mahasiswa berasal dari Lombok Nusa Tenggara Barat yang sudah tinggal di Yogyakarta selama 1 Tahun. Mahasiswa tersebut kuliah di UNY.
L1    : arak pire mate kuliahe uik nane
P    : yang kemarin….. maksud plinggih pak
L1    : yang sekarang
P    : brapa yah…, teori sastra, kajian sastra, stylistika, sosiolingustik ape endah ah…..lupak tiang kakak
L1    : SKSnya?
P    : Lupak kakak…he…he..
L1    : apa sajak peljaran lek stylistika?
P    : gaya bahasa you know….gaya bahasa ….
L1    : calon orang besar ajak ni semua
P    : ini lek deket side calon dengan besar ini, eh…. kakak tetaok dengan mesak2 eh..mun tiang lelah lalok ya kuliah tiang kene ya ….alloh ….
L2        : pokok pacu-pacu ntene kuliah andek sak lulus
L1    : yang penting itenu mele berajah doang…..lamun ndek pacu belajar jak lemak lalo nambah malik
P        : ha…ha….angka kita rajin-rajin belajar kakak ……. biar kita jadi orang sukses kalau kita dah pulang…….,
L2    : yakin ajak lemak mun uah ulek jak mau senok pegawean, palagi kalu tamatan Yogyakarta.
L1        : eninik be..lamun ndek berkualitas jak plinggih…
L2        : pire sikb nyewa kos tini (berapa sewa konnya disini)
P        : tiang….pak
L        : Pire sik nyewa kos tini…….. (berapa sewa konnya disini) ?
P    : oh…… 1,5 perkamar kakak, laguk nane mukin naik pak …… sekitaran 100.00


BENTUK SOPAN SANTUN LAKI-LAKI DAN PEREMPUN YANG TINGGAL DI YOGYAKARTA
NO    LAKI-LAKI    PEREMPUAN
    Pire mate kuliahe Uik nane    ape endah…..lupak saya kakak
    eninik be..lamun ndeke berkualitas    oh…… 1,5 perkamar kakak
    Apa sajak peljaran lek stylistika    biar kita jadi orang sukses lamun kita dah pulang…….,
    pokok pacu-pacu ntende kuliah andek sak lulus    tiang….pak
    palagi kalu side tamatan Yogyakarta.     eh..mun tiang lelah lalok ya kuliah tiang kene ya ….alloh ….

    yang penting itenu mele berajah doang…..lamun ndek pacu belajar jak lemak lalo nambah malik
    tiang….pak
    yakin ajak lemak mun uah ulek jak mau senok pegawean    yang kemarin….. maksud plinggih pak


Pengklasifikasian di atas bentuk ungkapan atau kata yang menunjukan bahasa ungkapan kata sopan antara laki dan perempuan dalam berkomunikasi di Yogyakarta berbeda. Data di atas menunjukan bahwa laki-laki lebih cendrung menggunakan kata ganti ke dua menggunakan “e dan de” sedangkan untuk kata tunjuk benda laki-laki lebih cendrung menggunakan kata ganti “lek dan e”. ketika di interview kenapa tidak menggunakan kata ganti “side,plinggih,pelungguh, anda atau kamu” dalam berkomunikasi tadi? Yah… lok ngomong sesama sasak di luar daerah kan kita bisa menggunakan bahasa yang tidak sopan, beda kalau kita di daerah sasak pasti dilempar pake sandal ha…..karena disini kita sama terserah mau “Raden, Lalu atau Baiq”. Keterangan dan data di atas kita bisa menyimpulkan bahwa laki-laki yang diluar sasak tidak akan terlalu memperhatikan bentuk ungkapan-ungkapan sopan ketika berkomunikasi di luar daerah sasak
Laki-laki yang berada di daerah luar Lombok akan lebih cendrung memberikan nasihat kepada perempuan walaupun sesama letingnya seperti “pokok pacu-pacu ntende kuliah andek sak lulus”. Bentuk bahasa nasehat yang digunakan oleh laki-laki dengan menggunakan bahasa sasak. (Dindia & Allen, 1992), Wanita kecenderungan menuju keterbukaan diri, yaitu masalah mereka dan berbagi pengalaman dengan orang lain, sering menawarkan simpati kontras dengan kecenderungan laki-laki untuk pengungkapan non-diri dan mengaku nasihat atau menawarkan solusi ketika berhadapan dengan masalah lain.
Bahasa sopan santun perempuan di Yogyakarta ditujukan dengan mencampur kodekan antara bahasa sasak dengan bahasa Indonesia seperti data di atas. Hasil pengklasifikasian bahasa perempuan yang menunjukan ungkapan kesopanannya ketika berkomunikasi dengan laki-laki seperti “ape endah ah.…..lupak saya kakak” uangkapan seperti demikian adalah ungkapan yang sangat feminist dengan mengubah bentuk kata kati pertama dalam bahasa sasak “tiang” menjadi “saya”. “biar kita jadi orang sukses lamun kita dah pulang…….” Bahasa perempuan juga ditunjukan dengan penekanan yang lebih panjang pada kat-kata tertentu. Kalau kita menganalisis uangkapan yang diatas perempuan tersebut melakukan pengalihkodean untuk orang pertama jamak pada bahasa sasak kata pertama jamak adalah “ite” menjadi “kami”. Ketika saya bertanya pada perempuan tersebut “kembek ndek kadu tiang atau ite baruk pas meuni  “biar kita jadi orang sukses lamun kita dah pulang…….” Ndek te ketaok kembek ke jage mungkin uah kebiasaan jage ite neraos doang kance dengan jawa menggunakan bahasa Indonesia
3.    Data Analisis III

Data ini adalah hasil dari rekaman yang kami catat ulang. Data ini kami ambil dari dua mahasiswa yang sudah tinggal di Yogyakarta selama 3 tahun. Data kami rekam tanpa sepengetahuan pelaku dalam dialog ini. Setelah kami selesai merekam mereka, saya memberitahu maksud dan tujuan saya kenapa saya rekam.  Mereka welcome direkam dan saya meminta izin untuk melakukan interview. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam terkait dengan judul di atas.
L    : Lamun kesulitan hitungan SPSS ajak side pakai?
P    : enggih… tiang kan pake SPSS, arak pe care-carente lamunte ndek kadu SPSS atau excel, legu tiang lupak tiang…,rumusnya, apa namanya ya…..
L    : kebecatme lupak? Bagimana besok pas ujian. Itu harus bisa dijelaskan dan beralasan kenapa menggunakan rumus itu
L    : Makanya pake rumus apa?
P    : Lupak….
L    : Nah ini masalah……besok lok ndak menguasai bisa di lempar sama pertanyaan…makanya side harus tahu bagaimana cara manual maupun tidak, kalau tidak begiu side ndak bisa di pertanggungjawabkan.
P    : Itu makanya pa…. ya……eh lupak tiang, silikne sik ite kakak jak?
L    : Product moment, uji-T atau pake namanya rumus yang di ajarkan ma dosennya?
P    : Itu kayaknya product moment
L    : besok pasti ditanya, Kembe muk kadu product moment?
P    : Ndk taok kakak…he….ada bukunya saya punya tapi tapi di pinjam sama Bibik saya
L    : Makanya jelasnya, ape kadum?
P    : Angkak nu buku lek bibik enune…..
L    : Blajarnya pake apa terus….kalau bukunya kamu pinjamkan? sebentar lagi kamu mau persentasi proposal…..?
L    : Brapa slide persentasi proposalnya?
P    : Enam slide
L    : Benaran ke
P    : Enggih ….enam slide, yang namanya satu slide itu sekotak ye?
L    : Iya
P    : Makanya….to loh…kalau diperin jumlahnya enam lembar
L    : ya
P    : he……ha……aduh bego bangt saya, taunya prinnya ajak, tak plajari prinnya ajak lamun komputernya jak ndak ha…..
L    : singan ngapain plajari komputernya, ndek iye bidange….

Data di atas menunjukan bahwa bentuk bahasa sopan santun bahasa perempuan yang berada di Yogyakarta adalah mencamurkodekan bahasa sasak dan bahasa Indonesia. Bahasa perempuan tetap mempertahankan ungkapan sopan bahasa Sasak seperti kata; tiang, enggih, plinggih, dan side. Sedangkan laki-laki lebih cendrung menggunakan kata e, enune
4.    Data Analisis IV
Data ini diambil dari tiga mahasiswa yang sedang berdialong. Pelaku dalam dialog tersebut adalah dua laki-laki dan 1 perempuan. Ketiga mahasiswa tersebut sudah saling mengenal sebelumnya dan mereka sudah tinggal selama 4 tahun di Yogyakarta.  Kami mengambil data tersebut tanpa sepengetahuan pelaku dalam dialog tersebut namun setelah selesai kami rekam. Kami memberitahukan kepada mereka bahwa kami sudah merekam mereka stelah itu, kami memberi tahu maksud dan tujuan kami. Kami melakukan interview untuk menanyakan beberapa hal terkait dengan penelitian.  
L1    : Wan apa jenis penelitian side?
L2    : itu makanya tiang di sarankan untuk ambil PTK, makanya besok saya harus ketemu sama Pak prof. untuk membicarakan masalah judul, besok pak prof adanya di kampus jam berapa
L1    : cobak boyak jam 10 besok mungkin ada, kalau ambil PTK siap-siap mengarang ajak, maksunya mengarang side kan melakukan action paling tidak 12 kali untuk thesis dan itu harus di jelaskan tiap-tiap action itu, belum juga untuk file notenya itu kan anda menceritakan mulai dari masuk sekolah sampai akhir.
L2    : lemak jak gepeng tombong side tokol-tokol wan…
L1    : ha……masak, laguk lamute gawek jak jari senok
L1    : kembe tie tedok-tedok doang
P    : ndak nerti saya bahasanya, bahasa planet…
L1    : ha…..masak side ndak mengerti kata tombong?
P    : ndak tau, tiang semeton, soalnya ndak mengerti bahasanya, soalnya beda bahasa kita, bahasa side itu bahasa planet, tau ndak embak AB
L1    : tau, emangnya kenapa?
L2    : tiang girang jok kosnya
P    : dia itu sering pulang malam, Soalne dia aktif di..ape aren…. sejenis kayak organisasi gitu
L    : Oh…dia itu ikut di organisasi, dia itu aktif diorganisasi tarian sasak
P    : ye angka uik nun nie jok tene….laguk gerbang kos uah nutup jam 9:00 ye angka priak tiang gitak iye…
L    : kembe ndek bukan dengan lawang di kosnya sih…
P    : masak dia itu kesini kemarin jam 12:00
L    : mask..
P    : enggih…kemarin malam itu dia datang ke sini jam 12:00 makanya dia enjelongan leptop lekan tini taek tiang kadu kursi lek gerbang soalnya tinggi kan
L    : Sei jauk kunci terus, ndek batur kos?
P    : Ndek bapak kos jeuk kunci lamun uah malam

Dari data di atas kita bias mendapatkan beberapa informasi mengenai bahasa laki-perempuan mahasiswa sasak yang tinggal di Yogyakarta. Mahasiswa sasak yang tinggal di Yogyakarta ternyata masih mempertahankan nilai-nilai bahasa (ungkapan sopan) pada mahasiswa sasak meskipun dengan mencampurkodekan ketika borkomunikasi dengan bahasa indonesia. Contoh; ungkapan-ungkapan kata sasak yang masih di pertahankan oleh mahasiswa yang berada di Yogyakarta seperti; enggih (ya), tiang (saya), side (kamu). Setelah selesai rekaman kami menginterview ke tiga mahasiswa tersebut sebagai berikut;
Interviewer    : Kenapa sih side menggunakan kata enggih?
Info    : kalau kita menggunakan kata “ya” agak asing sajak soalnya ntar dikirakan kita ndak sopan
Interviewer    : Tadikan dia menggunakan Bahasa Indonesia saat berdialog dengan dia.
Info    : Walaupun…itu juga bias menujukan friendship juga tetu ndek?
Interviewer    : terus tadi juga anda menggunakan kata tiang sama side?
Info    : masak saya bilang “kamu”, ndak nyaman saja menggunakan kamu
Interviewer    : Tapi anda menggunakan bahasa Indonesia, kan yang benar “Wan apa jenis penelitian kamu/anda” bukan “Wan apa jenis penelitian side”.
Info    : Ya… untuk menunjukan kesopanan saya sajak ketika berkomunikasi kalu kita menggunakan kamu gimana….geto…

Dari hasil pengklasifikasian data di atas, saya mendapatkan beberapa bentuk uangkapan sopan yang digunakan antara laki-laki dan perempuan berdialog dengan sesama Mahasiswa Sasak. Kalau kita mencermati Mahasiswa yang laki-laki tidak terlalu mencampur kodekan (campur kode) antara bahasa sasak dengan bahasa Indonesi.  bentuk bahasa untuk menunjukan sopan santun dengan menggunakan kata “saya sudah ke kosnya”,  namun kalau kita melihat dari data yang sudah diklasifikasikan, bahwa menggunakan kata “side” walaupun si perempuan lebih lama tinggal di Yogyakarta. Setelah kami rekam saya bertanya pada si perempuan kenapa anda menggunakan kata “side, plinggih, tiang, saya” padahal si laki-laki menggunakan bahasa Indonesia. Perempuan tersebut menjawab “gimana ya….karena saya tau dia itu orang sasak ya saya gunakan bahasa sasak untuk menunjukan keramahan dan kesopanan saya pada bapak tersebut kalau saya menggunakan “kamu” klihatan kita tidak menghormati dia”.  Dari penjelasan di atas kita bias menyimpulkan bahwa perempuan sasak menggunakan kata “side” untuk menunjukan ungkapan sopan terhadap laki-laki tersebut.
Sedangkangkan si laki-laki ketika saya menanyakan kenapa anda menyapa menggunakan bahasa Indonesia kenapa anda tidak menggunakan bahasa sasak? “gimana ya kalau saya menggunakan bahasa sasak seperti “plinggih/plungguh, tiang, side dan lain-lain” agak ganjal aja lok sama perempuan palagi bukan di daerah sasak dan saya juga tidak terlalu paham dengan ungkapan-ungkapn yang menunjukan sopan menggunakan bahasa sasak”
Sopan santu bahasa laki-laki yang tinggal di Yogyakarta di klasifikasikan mereka lebih cendrung menggunakan kata ganti ke dua tunggal dengan menggunakan kata “ne dan nya” sedangkan yang perempuan lebih cendurung menggunakan kata ganti plinggih dan side untuk menunjukan kesopanannya selain itu perempuan juga menggunakan kata orang pertama tugal menggunakan kata ganti “tiang dan saya”.
E.    Kesimpulan
Dari deskripsi data, hasil interview dan penjelasan mengenai data di atas, kita bisa menarik kesimpulan mengenai sopan santun bahasa laki-perempuan pada Mahasiswa Sasak yang tinggal di daerah Yogyakarta sebagai berikut:
1.    Mahasiswa/Mahasiswi (laki-Perempuan) yang tinggal di daerah Yogyakarta tetap mempertahankan bahasa Sasak untuk menunjukan ungkapan sopan (politeness) dalam berkomunikasi dengan sesama sasak dengan mencampurkodekan bahasa Indonesia dan bahasa sasak.
2.    Mahasiswi sasak yang tinggal di daerah Yogyakarta lebih cendrung menggunakan kata tiang, enggih, plinggih/pelungguh, side, dan nya (Bahasa Halus utama dan Bahasa Halus menengah). Ungkapan-ungkapan tersebut digunakan oleh Perempuan untuk menunjukan ungkapan sopan (politeness) mereka dalam berkomunikasi dengan laki-laki/Mahasiswa Sasak.
3.    Mahasiswa Sasak yang tinggal di daerah Yogyakarta lebih cendrung menggunakan ne, de, ite, ene, side, dan nya (Bahasa Halus menengah dan Bahasa Biasa). Ungkapan-ungkapan tersebut di gunakan ketika mereka berkomunikasi dengan perempuan untuk  menunjukan sopan (politeness) mereka dalam berkomunikasi dengan perempuan/Mahasiswi Sasak.
4.    Mahasiswa/Mahasiswi Sasak yang tinggal di daerah Yogyakarta dalam berkomunikasi mencampurkodekan bahasa sasak dalam berkomunikasi dengan sesama sasak untuk menunjukan keramahannya dengan sesama orang sasak
.
Reference
Appel, Rene. Grad Huber, dan Guus Maijer. 1976. Sosiolinguistik. Utrech – Antwerpen: Het Spectrum.

Chaer A & Agustina L. 2004. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Dorval, Bruce.  1990. Organisasi Percakapan Dan Development. Norwood, NJ: Ablex.

Fasold, Ralph. 1997. The Sociolinguistics of Society: Introduction to Sociolinguistics Vol.1. Massachusetts: Blackwell Publishers Inc.

Horne, Barrie dan Henly, Nancy. 1992. Bahasa dan Jenis Kelamin: Perbedaan dan hal Dominasi.  105-29.  Rowley, Massachusetts: Newbury.

Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sosiolinguistics. New York: Long Man.


Paulston, Christine Bratt, 2003, Linguistic Minorities and Language Policies in Socilinguistics:the Essential Readings (Christian Bratt Paulston & Richard Tucker-editor), Victoria, Blackwell.


Tidak ada komentar: